I Ceker Cipak
Dikisahkan di Pulau Dewata, ada seorang pemuda yang baik hati bernama I Ceker Cipak. Cipak hanya tinggal berdua bersama ibunya yang merupakan seorang janda. Mereka dikenal sangat jujur, walaupun kehidupannya serba kekurangan.
Suatu pagi, bermodal uang 200 keping, Cipak berjalan kaki ke
pasar kota untuk membeli jagung sebagai modal dagang. Dalam perjalanan, ia
melihat ada seorang laki-laki yang menyiksa kucing. Hati Cipak sedih sekali.
“Duh, tolong jangan bunuh dia, Tuan. Berikan kucing itu,
saya akan tebus dia dengan uang 50 keping,” pintanya.
Laki-laki kejam itu setuju. Cipak pun pergi bersama
kucingnya.
Tak jauh dari sana, ia melihat seekor anjing dipukuli oleh
seorang laki-laki. Sama seperti sebelumnya, Cipak menawarkan kesepakatan
menukar anjing malang itu dengan uang 50 keping.
Sekarang ia melanjutkan perjalanan bersama kucing dan
anjing.
Di tengah hutan menuju pasar, ia bertemu warga yang ramai-ramai
memukuli ular besar. Ular itu membelit bebek yang mungkin milik mereka. Cipak
masih punya uang 100 keping di kantongnya. Ia mengambil sebagian untuk ditukar
dengan ular besar yang kesakitan.
Mendekati pasar, Cipak melintasi persawahan. Ia lagi-lagi
bertemu orang yang sedang menyakiti hewan. Saat itu, warga berlari mengejar
seekor tikus perusak padi, lalu menghajarnya penuh marah tanpa ampun. Cipak
merelakan 25 keping uangnya untuk ditukar dengan tikus kecil yang babak
belur.
Saat tiba di pasar kota sore hari, Cipak memakai sisa uang
sebanyak 25 keping untuk membeli makan yang cukup buat ia dan hewan-hewannya.
Tujuan utama membeli jagung pun batal terlaksana.
Orang-orang di pasar heran lihat ada pemuda berjalan diikuti
kucing, tikus, anjing, dan ular. Mereka melapor pada raja yang langsung
memanggil Cipak ke istana. Mendengar asal usul hewan-hewan itu, raja bersimpati
pada Cipak. Ia menyuruh Cipak menginap satu malam di istana sebelum pulang
menemui ibunya.
Malam itu, ular besar yang ditolong
Cipak mendekati Cipak. Ia berbisik, besok saat melewati hutan tempat Cipak
menyelamatkannya, akan muncul seekor ular betina besar bernama Naga
Gombang.
“Jangan takut karena dia ibuku. Dia
pasti akan memintaku kembali. Turuti saja dan minta dia membayar tebusan. Ibuku
ganas tapi dia tidak bisa mengalahkan orang yang menjalankan darma seperti
kamu,” pesan ular.
Paginya, Cipak meninggalkan istana
menuju desa. Raja membekali dia sejumlah uang, kain dan 10 ikat jagung. Saat
sampai di hutan tempat Cipak menemukan ular, muncul Naga Gombang. Cipak hampir
diserang lalu ia ingat pesan si anak ular semalam. Ia meminta tebusan sebelum
melepaskan ular yang dibawanya itu.
“Ambil cincin emas di ekorku sebagai
tebusan. Semua barang yang digosok dengan cincin itu akan berubah jadi emas,”
kata Naga Gombang.
Cincin ajaib itu mengubah kondisi
ekonomi Cipak dan ibunya. Mereka kini hidup berkecukupan. Naga Gombang tidak
membual, cincinnya memang bisa mengubah apapun menjadi emas. Tapi legenda “I
Ceker Cipak” tidak berhenti sampai di sini saja. Bukankah tanpa istri dia belum
bisa hidup Bahagia selamanya?
Suatu hari cincin emas ajaib patah
saat dipakai ibu menumbuk padi. Cipak membawanya ke tukang emas untuk
diperbaiki. Saat kembali, cincin itu sudah tidak sakti lagi. Tukang emas
ternyata menukarnya dengan cincin lain yang persis sama. Ia tahu keajaiban
cincin itu dan ingin memilikinya.
Malam hari, kucing, anjing dan tikus
mendatangi rumah tukang emas. Kucing dan anjing berjaga-jaga, tikus bertugas
mencari cincin sampai ketemu. Ia melubangi peti dan lemari kayu dengan giginya,
lalu mendapati cincin itu disembunyikan dalam sebuah peti. Mereka segera pulang
membawa cincin ajaib. Inilah balasan ketiganya atas kebaikan Cipak yang
menyelamatkan mereka dalam pertemuan pertama dulu.
Suatu siang, Cipak menghadap raja
untuk berterima kasih. Penampilan Cipak yang dulu dekil kini berubah rapi dan
bersih. Raja menerima Cipak dengan baik, bahkan berniat mengambil Cipak yang
bukan keturunan bangsawan sebagai menantu. Cipak pun dinikahkan dengan Ni
Seroja, putri sang raja.
Inilah akhir kisah I Ceker Cipak,
pemuda jujur yang mendapat banyak kebaikan karena taat menjalankan darma sesuai
ajaran Hindu.